Assalamu'alaikum..., selamat datang di Blok Kajian Fiqih Syafi'i. Semoga sahabat memperoleh manfaat dari blog ini. Mohon klik LIKE pada Facebook kami dan pada postingan-postingan kami ya, supaya ramai. Jika berminat dengan buku-buku Aswaja, silakan klik pada link Toko Buku Aswaja. Semoga limpahan barakah Allah selalu tercurah pada kita semua. Amiin...

Jumat, 21 November 2014

Empat Macam Pembagian Air

Assalamu'alaikum para sahabat Kajian Fiqih Syafi'i...

Kita akan lanjutkan kajian sebelumnya yang membahas macam-macam air. Tentu sahabat masih ingat tentang tujuh macam air yang sudah kita jelaskan. Tapi, kalau sahabat mungkin belum mengikutinya, silakan simak kajiannya di sini.

Sahabat sekalian yang dirahmati Allah...

Dari ketujuh macam air yang telah dibahas sebelumnya, para ulama membaginya menjadi 4 bagian berdasarkan kebolehannya untuk dipakai bersuci.

1. Air suci dan mensucikan dan tidak makruh dipakai untuk bersuci. Air ini dikenal sebagai air mutlak. Ia tidak makruh digunakan untuk bersuci. Ada pun yang menjadi dasar kesucian air mutlak adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan lain-lain, dari Abu Hurairah ra yang meceritakan tentang seorang A'rabi (orang Arab yang berasal dari dusun) yang kencing sambil berdiri di dalam masjid. Melihat perilaku A'rabi itu para sahabat segera berdiri bermaksud untuk menghardiknya. Namun. Rasulullah Saw bersabda, "Tinggalkan dia dan siramkan setimba air di atas air kencingnya. Bahwasanya kalian diutus untuk membuat kemudahan, bukan kesulitan."  

2. Air suci dan mensucikan, namun makruh dipakai untuk bersuci. Yang dimaksud adalah air yang sudah terkena panas matahari, yakni air yang ada di dalam bejana yang terbuat dari logam (selain emas dan perak) dan terkena panas matahari. Tahukah sobat mengapa dimakruhkan? Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa air seperti itu dapat menyebabkan kerusakan kulit. Namun perlu diingat bahwa kemakruhan itu hanya berlaku bila dipakai untuk badan, serta di daerah yang beriklim panas, seperti di tanah Arab.

3. Air suci tapi tidak mensucikan. Air ini dikenal sebagai air musta'mal, yakni air yang sudah dipakai untuk mensucikan hadats. Dasar kesuciannya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Jabri bin Abdillah ra, yang berkata, "Rasulullah Saw datang menjengukku ketika aku sedang sakit hingga tak sadarkan diri (karena parahnya). Kemudian beliau berwudhu dan menyiramkan kepadaku air (bekas) wudhu tersebut." Berdasarkan hadits tersebut dipahami bahwa air musta'mal itu suci. Mengapa? Karena, jika ia tidak suci tentulah Rasulullah Saw tidak akan menyiramkannya kepada Jabir. (Nggak mungkin tho Rasulullah Saw menyiramkan air yang tidak suci ke diri Jabir). Sedangkan dalil yang menunjukkan bahwa air musta'mal tidak boleh dipakai lagi untuk bersuci adalah hadits riwayat Imam Muslim dari Abu Hurairah ra yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw pernah bersabda, "Janganlah seseorang di antara kalian mandi di air yang diam (tidak mengalir), sedangkan ia dalam keadaan junub." Dari hadits di atas bisa dipahami bahwa mandi dengan cara menceburkan diri ke dalam air dapat menghilang sifat mensucikan dari air. Sebab, jika tidak demikian tentulah Nabi Saw tidak akan melarang mandi dengan cara tersebut. Namun perlu diingat, yang dimaksud air pada hadits tersebut adalah air yang sedikit (kurang dari 2 qullah). Menggunakan air tersebut untu wudhu adalah sama dengan menggunakannya untuk mandi, karena sama-sama bertujuan menghilangkan hadats dengannya. 

Sahabat juga perlu ketahui, selain air musta'mal, air yag tergolong suci tapi tidak mensucikan adalah air yang telah berubah, baik warna, bau atau rasanya, disebabkan barang suci lain yang mencampurinya. Misalnya air teh, kopi, es dawet, es campur, es kopyor, cocacola, dan sebagainya. Meskipun air itu suci, tapi tidak mensucikan. Karena ia sudah tidak mutlak lagi.

4. Air najis/mutanajjis, yaitu air yang kurang dari 2 qullah yang terkena najis. Diriwayatkan oleh Khamsah dari Abdullah bin Umar ra, yang menyatakan bahwa orang-orang telah bertanya kepada Rasulullah Saw tentang air yang ada di padang pasir, sementara berbagai macam hewan datang dan minum di situ. Rasulullah Saw bersabda, "Bila air itu ada 2 qullah, maka tidak mengandung kotorang." Dalam riwayat Imam Abu Dawud , ".....sesungguhnya air itu tidak najis."

Mafhum dari hadits di atas adalah jika air itu kurang dari 2 qullah, maka akan menjadi najis meskipun tidak mengalami perubahan. Hal itu diperkuat oleh hadits riwayat Imam Muslim dari Abu Hurairah ra yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw bersabda, "Bila seseorang di antara kalian bangun dari tidurnya maka jangan ia celupkan tangannya dalam bejana sehingga ia mencucinya (lebih dahulu) 3 kali. Karena ia tidak tahu di mana tangan itu bermalam."

Pemahaman hadits tersebut adalah bahwa orang yag baru bangun tidur dilarang mencelupkan tangannya ke air yang ada dalam  bejana karena khawatir akan mencampuri air itu dengan najis yang ada di tangannya yang tidak diketahuinya. Padahal kita juga sudah mengetahui bahwa najis yang tak tampak oleh mata (karena halusnya keadaannya) takkan bisa merubah sifat-sifat air. Bila saja najis (yang tak tampak) itu tak bisa menajiskan air (yang sedikit jumlahnya) tentulah hal itu takkan dilarang.

Sahabat..., termasuk kelompok air mutanajjis adalah air dua qullah atau lebih dari dua qullah yang terkena najis lalu mengubah sifat-sifatnya. Ada pun yang menjadi dalilnya adalah ijma' para ulama. Dalam al Majmu' dikatakan, berkata Ibnul Mundzir, "Para ulama telah berijma' bahwa air yang sedikit atau banyak bila terkena najis hingga mengubah rasa, warna, atau baunya, maka air itu telah menjadi najis. Ada pun hadits: "Air itu suci (dan mensucikan), tidak ada sesuatu yang membuatnya najis kecuali yang merubah rasa atau baunya,"  adalah hadits dhaif. Imam Nawawi berkata, "Tidak sah berhujjah dengan hadits tersebut." Beliau juga mengatakan, "Imam Syafi'i meriwayatkan kedhaifannya dari para ulama hadits." (al Majmu': 1/160).

Sedangkan takaran dua qullah adalah setara dengan 500 kati Baghdad, menurut qaul yang paling shahih. Tentang dua qullah ini penjelasan tambahannya begini, 2 qullah setara dengan +/- 190 liter. Atau bila pada kolam persegi empat, maka panjang, lebar dan tingginya masing-masing  1 1/4 hasta. Bila kolamnya dalam bentuk bundar, maka garis tengahnya 1 hasta, dalamnya 2 1/4 hasta dan kelilingnya 3 1/7 hasta.

Demikian sahabat kajian kita kali ini. Semoga bermanfaat dan mendapat berkah dari Allah Swt.

Wassalamu'alaikum Warahmatullah Wabarakatuh 

0 Comments:

Posting Komentar