Assalamu'alaikum..., selamat datang di Blok Kajian Fiqih Syafi'i. Semoga sahabat memperoleh manfaat dari blog ini. Mohon klik LIKE pada Facebook kami dan pada postingan-postingan kami ya, supaya ramai. Jika berminat dengan buku-buku Aswaja, silakan klik pada link Toko Buku Aswaja. Semoga limpahan barakah Allah selalu tercurah pada kita semua. Amiin...

Minggu, 23 November 2014

Bersiwak (Menyikat Gigi)

Assalamu'alaikum para sahabat Kajian Fiqih Syafi'i...

Alhamdulillah, hingga detik ini limpahan nikmat Allah Ta'ala tak pernah berkurang dari kehidupan kita. Tiap tarikan dan hembusan nafas ini masih tetap disertai berbagai nikmat-Nya.

Sahabat...

Pagi ini kita akan membahas tentang persoalan bersiwak. Tentu sahabat sudah mengetahui bahwa bersiwak maknanya sama dengan menyikat gigi. Mungkin kesannya biasa saja jika mendengar kata menyikat gigi (bersiwak), karena ia sudah merupakan aktivitas yang biasa kita lakukan. Namun perlu diketahui bahwa bersiwak merupakan salah satu tema (pasal) yang tak pernah dilewatkan dalam pembahasan fiqih bersuci (thaharah).

Para sahabat...

Bersiwak sunnah dilakukan setiap saat. Hal ini berdasarkan hadits yang bersumber dari Aisyah ra, yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw bersabda:

"Siwak itu menyucikan mulut, dan membuat ridha Tuhan." (HR Nasa'i)

Hadits senada juga diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitab Shahih-nya. 

Lalu, benda apa yang bisa dipakai untuk bersiwak? Pada prinsipnya segala yang kasar yang dapat digunakan untuk menghilangkan kotoran gigi bisa dipakai untuk bersiwak. Hanya saja lebih utama bila yang digunakan sebagai alat bersiwak itu kayu arak, seperti yang biasa dibawa oleh jamaah haji. 

Dalam madzhab Syafi'i ditegaskan bahwa bersiwak disunnahkan setiap saat kecuali setelah matahari tergelincir (masuk waktu dzuhur) bagi orang yang menunaikan puasa. Maksudnya begini. Kalau sahabat sedang berpuasa, maka setelah tiba waktu dzuhur maka tidak disunnahkan untuk bersiwak. Jika hendak bersiwak hendaklah itu dilakukan sebelum tiba waktu dzuhur. Hal itu untuk tetap menjaga keutamaan bagi orang yang sedang puasa.

Dalil tentang hal itu adalah hadits yang bersumber dari Abu Hurairah ra yang menegaskan bahwa Rasulullah Saw bersabda:

"Sungguh bau busuk (dari) mulut orang yang berpuasa itu lebih harum di sisi Allah daripada harumnya misik (minyak wangi)." (HR Bukhari dan Muslim)

Mungkin sahabat bertanya, "Mengapa mesti harus setelah masuk waktu dzuhur?"

Sahabat, orang yang sedang berpuasa biasanya bau mulutnya itu akan timbul dan berbau lebih tajam setelah waktu dzuhur. Kalau sahabat menyikat gigi (bersiwak) setelah waktu dzuhur maka bisa menghilangkan bau mulut itu, padahal bau mulut orang yang berpuasa memiliki nilai keutamaan di sisi Allah Swt. Tentunya sahabat ndak mau dong kehilangan keutamaan itu. Itulah sebabnya para ulama menilai makruh menyikat gigi setelah waktu dzuhur bagi orang yang menunaikan puasa.

Hal lain yang perlu kita ketahui tentang bersiwak adalah waktu sangat dianjurkannya untuk bersiwak. Menurut para ulama ada 3 waktu yang kita sangat disunnahkan untuk menyikat gigi (bersiwak):

1. Ketika bau mulut telah berubah disebabkan oleh tidak bicara, tidak makan, atau makan makanan yang beraroma (bau) yang menyengat, seperti jengkol, (sepupunya jengkol) petai, bawang, merokok, dan sebagainya.

2. Ketika bangun tidur. Hal ini sebagaimanya yang dikatakan oleh Hudzaifah ra, bahwa Rasulullah Saw bila bangun di waktu malam, maka beliau menggosok mulutnya dengan siwak. (HR Bukhari, Muslim, dan lain-lain).

Hal senada juga disampaikan di dalam hadist yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan lainnya, yang bersumber dari Aisyah ra.

3. Ketika hendak melaksanakan shalat. Tentang hal ini, Rasulullah Saw bersabda, "Apabila tidak memberatkan umatku, sungguha mereka (akan) aku perintahkan bersiwak setiap saat akan shalat." (HR Bukhari, Muslim dan lain-lain dari Abu Hurairah ra). Sedangkan dalam riwayat Imam Ahmad dikatakan, "...sungguh mereka akan perintahkan bersiwak pada setiap wudhu."

Perintah dalam hadits tersebut bila direalisasikan maka hukumnya menjadi wajib. Hanya hal itu tidak direalisasikan oleh Rasulullah Saw (tidak beliau wajibkan), sehingga hukumnya menjadi sunnah muakkad (sunnah yang sangat dianjurkan). Oleh karena itu, mari kita membiasakan diri untuk bersiwak, semoga dengannya banyak keutamaan dan keberkahan Allah yang kita dapatkan. Amin..

0 Comments:

Posting Komentar